BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kerangka Konseptual
Pada bab ini, dalam memecahkan masalah penelitian yang telah ditentukan dibutuhkan penjelasan mengenai teori-teori sebagai pedomannya. Teori-teori yang relevan digunakan untuk memahami fenomena yang terjadi sehingga dapat memberikan dasar konseptual bagi penelitian.
Dalam memahami dan memecahkan masalah penelitian, teori-teori yang digunakan yaitu: perilaku organisasi, konsep lingkungan kerja, disiplin kerja, kepuasan kerja, kinerja, pengukuran kinerja karyawan, dan penilaian kinerja.
2.1.1 Perilaku Organisasi
Perilaku Organisasi merupakan sebuah bidang studi yang menginvestasi pengaruh individu, kelompok, dan struktur terhadap perilaku di dalam organisasi, untuk tujuan penerapan pengetahuan demi peningkatan efektivitas oraganisasi (Robbin & Judge, 2015, h.5).
Menurut Ivancevich, et al (2007, h.10) perilaku organisasi adalah studi perilaku, sikap, dan kinerja manusia dalam suatu lingkungan organisasi didasarkkan pada teori, metode, dan prinsip dari berbagai disiplin ilmu, seperti psikologi, sosiologi, politik, dan antropologi budaya, untuk mempelajari individu, kelompok, struktur dan proses.
Dalam mempelajari perilaku organisasi, maka diperlukan adanya model perilaku organisasi untuk memudahkan dalam memahami bidang perilaku organisasi, memperlihatkan parameternya, dan mengidentifikasi masukan, proses, dan keluaran. Menurut Robbin dan Judge (2015,h.17-22) model adalah sebuah abstraksi dari realita, sebuah representasi yang disederhanakan dari beberapa fenomena dunia nyata.
Masukan (input) adalah variable seperti kepribadian, struktur kelompok, dan budaya organisasi yang berujung pada proses. Variabel ini menetapkan tahap yang akan terjadi didalam organisasi. Pada level individu, karakteristik beragam individu, kepribadian, dan nilai-nilai yang dibentuk oleh warisan genetik dan lingkungan. Pada level kelompok masukan perilaku organisasi yaitu struktur kelompok, peran kelompok, dan tanggung jawab tim. Sedangkan di level organisasi, struktur dan budaya menjadi hasil dari perkembangan dan perubahan organisasi seiring organisasi beradaptasi dengan lingkungan dan membangun kebiasan dan norma.
Proses adalah tindakan-tindakan individu, kelompok, dan organisasi yang terlibat didalamnya sebagai dari masukan dan berujung pada hasil tertentu. Pada level individu, proses mencakup emosi dan suasana hati, motivasi, persepsi, dan pengambilan keputusan. Pada level kelompok, proses meliputi komunikasi, kepemimpinan, kekuasaan dan politik, serta konflik dan negosiasi. Pada level organisasi, proses mencakup manajemen sumber daya manusia dan praktik perubahan.
Keluaran (output) adalah variabel-variabel kunci yang ingin dijelaskan atau diprediksi, dan yang akan dipengaruhi oleh beberapa variable lainnya. Keluaran pada level individu yaitu sikap dan kepuasan, kinerja tugas, perilaku kewargaan, dan perilaku penarikan diri. Pada level kelompok, keluaran seperti kohesi dan pendayagunaan kelompok. Pada level organisasi, keluaran mencakup produktivitas dan ketahanan.
2.1.2 Lingkungan Kerja
Brenner (Noah & Steve, 2012, p.37) berpendapat bahwa kemampuan untuk berbagi pengetahuan di seluruh organisasi tergantung pada bagaimana lingkungan kerja dirancang untuk memungkinkan organisasi seolah-olah organisasi itu adalah sebuah asset. Hal ini membantu meningkatkan efiktivitas dan memungkinkan karyawan untuk mendapatkan manfaat dari pengetahuan kolektif.
Menurut Kohun (Noah & Steve, 2012, p.37) lingkungan kerja merupakan kumpulan dari seluruh kekuatan, tindakan, dan faktor lain yang mempengaruhi secara langsung atau berpotensi untuk meningkatkan aktivitas dan kinerja karyawan.
Menurut Swastha dan Sukotjo (Wibowo, et al, 2014, h.3) menyatakan bahwa lingkungan perusahaan dapat diartikan sebagai keseluruhan dari faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi organisasi dan kegiatannya, sedangkan definisi lingkungan kerja secara luas mencakup semua faktor eksternal yang mempengaruhi individu, perusahaan, dan masyarakat.
Nitisetimo (2000) dalam Jurrnal Administrasi Bisnis 2014, vol.16 mendefinisikan lingkungan kerja yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja, yang dapat mempengaruhi seorang pekerja dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan (Wibowo, et al, 2014 h.3).
Berdasarkan paparan teori-teori diatas, maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja ialah segala aspek yang berada di sekitar pekerja dalam suatu organisasi baik itu secara fisik ataupun non fisik yang akan mempengaruhi seseorang dalam menjalankan tugasnya.
2.1.2.1 Aspek Lingkungan Kerja
Aspek lingkungan kerja menurut Pandi (2016, h.55) dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pelayanan kerja, kondisi kerja, dan hubungan karyawan. Pelayanan kerja merupakan aspek terpenting dalam perusahaan terhadap tenaga kerja. Pelayanan kerja yang baik dari perusahaan akan membuat karyawan lebih semangat dalam bekerja, sehingga karyawan mempunyai rasa tanggung jawab terhadap pekerjaannya, serta dapat terus menjaga produktivitas kerjanya. Sementara itu, kodisi kerja merupakan bagian dari manajemen perusahaan yang dalam menciptakan rasa aman dalam bekerja untuk karyawannya. Terakhir, hubungan karyawan akan sangat menentukan dalam menghasilkan produktivitas kerja. Ketidakselarasan hubungan antarkaryawan akan dapat menurunkan motivasi dan semangat kerja karyawan, sehingga dapat menurunkan produktivitas.
2.1.2.2 Dimensi dan Indikator Lingkungan Kerja
Menurut Opperman (2002) lingkungan kerja dibagi menjadi tiga dimensi yaitu: lingkungan teknik, lingkungan manusia, dan lingkungan organisasi. Pertama yaitu lingkungan teknik memiliki indikator: peralatan, perlengkapan, infrastruktur, dan elemen fisik lainnya. Kedua yaitu lingkungan manusia memiliki indikator: hubungan dengan rekan kerja, hubungan dengan tim kerja, hubungan dengan pimpinan, dan hubungan dengan manajemen. Ketiga yaitu lingkungan organisasi memiliki indikator: sistem kerja, prosedur, pelatihan, serta nilai dan filosofi organisasi (Noah & Steve, 2012, p.37).
Penelitian ini menggunakan ketiga dimensi lingkungan kerja. Pada dimensi ketiga, peneliti hanya menggunakan indikator sistem kerja, prosedur, nilai dan filosofi karena ketiga indikator tersebut sesuai dengan penelitian mengenai lingkungan kerja yang akan dilakukan di PT. Mediate Indonesia.
2.1.3 Kepuasan Kerja
Menurut Ivancevich, et al (2007, h.90) kepuasan kerja adalah sikap seorang terhadap pekerjaan mereka. Hal tersebut dihasilkan dari persepsi mereka mengenai pekerjaan mereka dan tingkat kesesuaian antara individu dan organisasi. Faktor penting dalam kepuasan kerja yaitu imbalan, pekerjaan itu sendiri, peluang promosi, supervisi, rekan kerja, kondisi pekerjaan, dan keamanan kerja.
Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan suatu perasaan perasaan positif tentang pekerjaan, yang dihasilkan dari suatu evaluasi pada karakteristik-karakteristiknya (Robbins & Judge, 2015, h.46). Seseorang dengan kepuasan kerja tinggi memiliki perasaan positif mengenai pekerjaannya, sedangkan seseorang dengan kepuasan kerja yang rendah memiliki perasaan negatif.
Menurut Gibson, Ivancevich, dan Donnely (2010) meyatakan bahwa kepuasan kerja ialah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka, sikap itu berasal dari persepsi mereka tentnag pekerjaannya. George dan Jones (2007) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sekumpulan perasaan, keyakinan, dan pikiran tentang bagaimana respon seseorang terhadap pekerjaannya (Donni,2014, h.291).
Menurut Vroom (1964) kepuasan kerja merupakan orientasi dari perasaan karyawan terhadap pekerjaan di tempat kerjanya (dalam Raziq & Raheela, 2015. p.718).
Sebagaimana pendapat Keith Davis (1985) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan menyenangkan atau tidak menyenangkan yang dialami pegawai dalam bekerja. Wexley dan Yuki (1977) mendefinisikan kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya (Mangkunegara, 2011, h.117).
Berdasarkan teori-teori di atas mengenai kepuasan kerja, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan kerja adalah sekumpulan perasaan pegawai terhadap pekerjaannya yang akan mencerminkan sikap dan perilakunya dalam bekerja.
2.1.3.1 Faktor-Faktor Pengaruh Kepuasan Kerja
Menurut ivancevich , et al (2007, h.90) mengemukakan faktor penting yang berhubungan dengan kepuasan kerja yaitu: imbalan, pekerjaan itu sendiri, peluang promosi, supervisi, rekan kerja, kondisi pekerjaan, dan keamanan kerja, yaitu: 1) imbalan, kesesuaian antara pembayaran dengan pekerjaan yang dilakukan, 2) pekerjaan itu sendiri, merupakan sejauh mana pekerjaan dianggap menarik, menyediakan kesempatan belajar, dan memberikan tanggung jawab, 3) peluang promosi, yaitu ketersediaan peluang untuk maju, 4) supervisi, merupakan kompetensi dan keterampilan interpersonal dari atasan langsung, 5) rekan kerja, sejauh mana rekan kerja bersahabat, kompeten, dan memberikan dukungan, 6) kondisi pekerjaan, sejauh mana lingkungan kerja fisik memberikan keyamanan dan mendukung produktivitas, dan 7) keamanan kerja, keyakinan bahwa posisi seseorang relatif aman dan ada peluang untuk terus bekerja di organisasi.
2.1.3.2 Dampak Kepuasan Kerja dan Ketidakpuasan Kerja
Robbins & Judge (2015, h.52) menjelaskan Sebuah model teoritis yang beguna untuk memahami konsekuensi ketidakpuasan. Model ini dibagi menjadi dua dimensi: konstruktif/destruktif, dan aktif/pasif. Respon-respons tersebut yaitu:
- Keluar, ketidakpuasan yang diungkapkan melaui perilaku yang mengarah perilaku meninggalkan organisasi termasuk mencari posisi baru serta pengunduran diri.
- Suara, ketidakpuasan yang diungkapkan melalui percobaan perbaikan kondisi secara aktif dan konstruktif.
- Kesetiaan, ketidakpuasan yang diungkapkan secara pasif menunggu kondisi manajemen membaik.
- Pengabaian, ketidakpuasan yang diungkapkan dengan membiarkan kondisi memburuk.
2.1.4 Disiplin Kerja
Davis (1985) mengemukakan “Dicipline in management action to enforce organization standards”. Berdasarkan pendapat tersebut, disiplin diartikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi (dalam Mangkunegara, 2011, h.129).
Menurut Rivai (2009, h.825) disiplin kerja merupakan suatu alat yang digunakan para manager untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan dalam menaati norma-norma yang berlaku.
Simmamora (2015) menjelaskan bahwa disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan dan prosedur. Disiplin merupakan bentuk pengendalian diri karyawan dan pelaksanaan yang teratur dan menunjukan tingkat kesungguhan tim kerja di dalam suatu organisasi (h.610).
Disiplin kerja menurut Harlie (2010) mempunyai delapan indikator yaitu :1) hadir tepat waktu, 2) mengutamakan presentase kehadiran, 3) mentaati ketentuan jam kerja, 4) mengutamakan jam kerja yang efektif dan efisien, 5) memiliki keterampilan pada bidang tugasnya, 6) memiliki semangat kerja yang tinggi, 7) memiliki sikap yang baik terhadap pekerjaan, dan 8) kreatif dan inovatif dalam bekerja (dalam Setiawan, 2013, h.1247).
Menurut Rivai (2009, h.825) disiplin kerja merupakan suatu alat yang digunakan para manager untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan dalam menaati norma-norma yang berlaku.
Simmamora (2015) menjelaskan bahwa disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan dan prosedur. Disiplin merupakan bentuk pengendalian diri karyawan dan pelaksanaan yang teratur dan menunjukan tingkat kesungguhan tim kerja di dalam suatu organisasi (h.610).
Disiplin kerja menurut Harlie (2010) mempunyai delapan indikator yaitu :1) hadir tepat waktu, 2) mengutamakan presentase kehadiran, 3) mentaati ketentuan jam kerja, 4) mengutamakan jam kerja yang efektif dan efisien, 5) memiliki keterampilan pada bidang tugasnya, 6) memiliki semangat kerja yang tinggi, 7) memiliki sikap yang baik terhadap pekerjaan, dan 8) kreatif dan inovatif dalam bekerja (dalam Setiawan, 2013, h.1247).
2.1.4.1 Macam-macam Disiplin Kerja
Terdapat 2 bentuk disiplin kerja menurut Mangkunegara (2011, h.129) yaitu: disiplin preventif dan disiplin korektif. 1) Disiplin Preventif, yaitu upaya menggerakkan pegawai mengikuti dan mematuhi pedoman kerja dan aturan-aturan yang telah ditetapkan perusahaan dengan tujuan untuk menggerakkan pegawai mempunyai disiplin diri. 2) Disiplin Korektif, merupakan upaya menggerakkan pegawai dalam menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada perusahaan dengan cara memberikan sanksi bila melanggar peraturan. Tujuan pemberian sanksi tersebut untuk memperbaiki sikap pegawai, memelihara peraturan, dan memberikan pelajaran kepada pegawai tersebut.
2.1.4.2 Pelaksanaan Sanksi Pelanggaran Disiplin Kerja
Menurut Simmamora (2015, h.610) tindakan disipliner menuntut suatu hukuman (sanksi) terhadap karyawan yang gagal memenuhi standar yang ditetapkan. Mangkunegara (2011, h.131) menjelaskan bahwa pelakasanaan sanksi terhadap pelanggar disiplin dengan memberikan peringatan, harus segera konsisten, dan impersonal.
- Pemberian peringatan, pegawai yang melanggar harus diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Peringatan ini bertujuan agar pelanggar menyadari apa yang telah dilakukannya.
- Pemberian sanksi harus segera, pegawai yang melanggar disiplin harus segera diberikan sanksi yang sesuai berdasarkan ketentuan perusahaan agar pegawai memahami sanksi pelanggaran yang berlaku.
- Konsisten, pemberian sanksi harus konsisten agar pegawai sadar dan menghargai peraturan yang berlaku di perusahaan, sehingga tidak adanya perasaan diskriminasi pegawai, ringannya sanksi, dan pengabaian disiplin.
- Impersonal, pemberian sanksi harus tidak membeda-bedakan pegawai baik itu pegawai tua-muda, pria-wanita, semua diberlakukan sama sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal itu bertujuan agar pegawai menyadari bahwa disiplin kerja berlaku untuk semua pegawai.
2.1.5 Kinerja
Kinerja dalam Bahasa Inggris disebut job performance atau actual performance atau level of performance, yang merupakan tingkat keberhasilan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya. Donni (2014) menerangkan bahwa kinerja merupakan perwujudan dari kemampuan dalam bentuk karya nyata yang dicapai pegawai dalam mengemban tugas dan pekerjaan yang berasal dari organisasi (h.269).
Sebagaimana Rivai dan Sagala (2009) menyatakan bahwa kinerja adalah perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam organisasi (dalam Donni, 2014 h.269).
Benardin dan Russel (2000) menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil yang diproduksi oleh fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan pada pekerjaan tertentu selama periode waktu tertentu. Hasil kerja tersebut merupakan hasil dari kemampuan, keahlian, dan keinginan yang dicapai (Donni, 2014, h.270).
Kasmir (2016) menjelaskan bahwa kinerja merupakan perilaku kerja yang telah dicapai dalam menyelesaikan tugas-tugas dan tanggung jawab yang diberikan dalam suatu periode tertentu (h.182). Kinerja menurut Mangkunegara (2011, h.67) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Sebagaimana Rivai dan Sagala (2009) menyatakan bahwa kinerja adalah perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam organisasi (dalam Donni, 2014 h.269).
Benardin dan Russel (2000) menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil yang diproduksi oleh fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan pada pekerjaan tertentu selama periode waktu tertentu. Hasil kerja tersebut merupakan hasil dari kemampuan, keahlian, dan keinginan yang dicapai (Donni, 2014, h.270).
Kasmir (2016) menjelaskan bahwa kinerja merupakan perilaku kerja yang telah dicapai dalam menyelesaikan tugas-tugas dan tanggung jawab yang diberikan dalam suatu periode tertentu (h.182). Kinerja menurut Mangkunegara (2011, h.67) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2.1.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Gibson, Ivancevich dan Donnely (2010) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah variabel individu, variabel psikologis, maupun variabel organisasi. 1) Variabel individu meliputi kemampuan dan keterampilan fisik maupun mental, latar belakang, dan demografi. 2) Variabel Psikologis meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. 3) Variabel organisasi meliputi sumber gaya kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan (dalam Donni, 2014, h.270).
2.1.5.2 Pengukuran Kinerja
Donni (2014) menjelaskan bahwa kinerja pegawai pada dasarnya diukur sesuai dengan keperluan organisasi, sehingga indikator dalam pengukurannya dapat disesuaikan untuk kepentingan organisasi (h.271).
Dalam melakukan pengukuran kinerja, Bernandian & Russel (1995) (dalam Hidayat & Taufiq, 2012) menyatakan enam kriteria yang dapat digunakan, yaitu: quality, quantity, time liness, cost effectiveness, need for supervision, dan interpersonal impact. Pertama, Quality, merupakan sejauh mana proses dan hasil mendekati kesempurnaan dan sesuai harapan. Kedua, Quantity, merupakan jumlah unit yang dihasilkan. Ketiga, Time lines, yaitu ketepatan penyelesaian sesuai waktu yang ditentukan. Keemap, Cost effectiveness, sejauh mana penggunaan sumber daya organisasi untuk mencapai hasil tertinggi dan mengurangi kerugian. Kelima, Need for supervision, sejuah mana pekerja dapat melakukan fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan untuk mencegah tindakan yang tidak diinginkan. Keenam, Interpersonal impact, sejauh mana karyawan dapat memelihara harga diri, nama baik, dan kerja sama diantara rekan kerja dan bawahan.
Penelitian ini menggunakan indikator quantity, quality, time lines, dan interpersonal impact karena keempat indikator tersebut sesuai dengan penelitian mengenai kinerja karyawan yang akan dilakukan di PT. Mediate Indonesia.
Dalam melakukan pengukuran kinerja, Bernandian & Russel (1995) (dalam Hidayat & Taufiq, 2012) menyatakan enam kriteria yang dapat digunakan, yaitu: quality, quantity, time liness, cost effectiveness, need for supervision, dan interpersonal impact. Pertama, Quality, merupakan sejauh mana proses dan hasil mendekati kesempurnaan dan sesuai harapan. Kedua, Quantity, merupakan jumlah unit yang dihasilkan. Ketiga, Time lines, yaitu ketepatan penyelesaian sesuai waktu yang ditentukan. Keemap, Cost effectiveness, sejauh mana penggunaan sumber daya organisasi untuk mencapai hasil tertinggi dan mengurangi kerugian. Kelima, Need for supervision, sejuah mana pekerja dapat melakukan fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan untuk mencegah tindakan yang tidak diinginkan. Keenam, Interpersonal impact, sejauh mana karyawan dapat memelihara harga diri, nama baik, dan kerja sama diantara rekan kerja dan bawahan.
Penelitian ini menggunakan indikator quantity, quality, time lines, dan interpersonal impact karena keempat indikator tersebut sesuai dengan penelitian mengenai kinerja karyawan yang akan dilakukan di PT. Mediate Indonesia.
Setelah sebelumnya telah dibahas Bab 1 skripsi, maka kelanjutan dari BAB II diatas dapat didownload pada Bab II Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kepuasan Kerja dan Disiplin Kerja serta Kinerja Karyawan
No comments:
Post a Comment
Sudah baca isinya? terimakasih bagi anda yang mau koment, kritik dan saran anda sangat berguna untuk saya dalam mengshare artikel seputar pembelajaran